Monday, May 7, 2012

Kebijakan Pergulaan Tumpang Tindih

Penulis : Ayomi Amindoni
Rabu, 02 Mei 2012 22:42 WIB

JAKARTA--MICOM: Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menilai kebijakan pergulaan Indonesia tumpang tindih. Banyak kementerian teknis terkait dalam pergulaan, tetapi dalam implementasi justru bertabrakan.

Demikian dituturkan Sekjen APTRI Nur Khabsyin ketika dihubungi Media Indonesia, Rabu (2/5). Menuruntnya kebijakan pergulaan seharusnya terintegrasi.

"Jadi produksi harus dipacu sementara impornya jangan dibiarkan bebas, sesuai kebutuhan saja, supaya tidak ganggu peningkatan produksi gula. Kalau di satu sisi ada peningkatan produksi, di sisi lain ada peningkatan impor naik, produksi jadi terganggu," jelasnya.

Apalagi kondisi industri gula Tanah Air masih menggunakan mesin-mesin tua warisan Belanda. Akibat kendala mesin ini, rendemen gula di pabrik pemerintah sedikit. Padahal produksi di petani cukup bagus. Implikasinya, petani menjadi malas menanam gula.

"Produksi bagus, tapi rendemen pabrik gula rendah karena mesin-mesin. Jadi harus ada resturktruksasi. Rendemen di pabrik swasta lumayan besar, sekitar 9%, sementara petani mayoritas menggantungkan pada pabrik BUMN, tapi rendemannya hanya 7%," jelasnya.

Harga Pokok Penjualan (HPP) gula, menurut Nur Khabsyin, merupakan salah satu insentif bagi petani dalam memproduksi gula tebu. Maka dari itu, ia tidak setuju pada Dewan Gula Indonesia yang mengusulkan HPP di level Rp8.750 per kg. APTRI mengusulkan agar HPP dinaikkan dari Rp7000 per kg (HPP 2011), menjadi RP9.218 per kg.

"Alasannya, sesuai dengan hitungan APTRI, biaya produksi meningkat termasuk biaya-biaya garap dan biaya transportasi,"jelas Nur Khabsyin.

Dari HPP sebesar Rp9.128 saja, ujarnya, petani hanya mendapat keuntungan 10% per tahun.

Untuk mengatasi kebijakan yang tumpang tindih ini, ia mengusulkan dibuat suatu lembaga yang mengakomodir masalah pergulaan. Tidak seperti saat ini di mana penentu kebijakan masih dilakukan secara terpisah di kementerian-kementerian terkait.

Saat ini Kementerian Pertanian berwenang dalam masalah peningkatan produksi gula, importasi dan HPP ditentukan oleh Kementerian Perdagangan dan untuk urusan resturkturisasi mesin pabrik gula dipegang oleh Kementerian Perindustrian.

"Harus ada lembaga khusus untuk memutus satu pintu. Selama ini impor dan HPP diurus Perdagangan, produksi oleh Pertanian, restrukturisasi dan impo gula rafinasi oleh Perindustrian. Kami usulkan ada lembaga yang tangani gula sebagai pemutus kebijakan, mulai dari produksi hingga importasi," tukasnya. (AI/OL-3)

Sumber:
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/05/02/317131/4/2/-Kebijakan-Pergulaan-Tumpang-Tindih

No comments: