Selasa, 10 April 2012
JAKARTA (Suara Karya): DPR mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan
rekomendasi Dewan Gula Indonesia (DGI) tentang rencana impor gula mentah
sebanyak 240.000 ton. Ini mengingat dampak yang akan ditimbulkan
terhadap usaha pergulaan nasional, nasib petani tebu, dan rencana
swasembada gula pada 2014 mendatang.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, jika dengan impor
gula mentah dapat menghemat devisa, karena harganya lebih murah Rp
200-Rp 300 per kilogram (kg) serta menghemat biaya, memang bisa
diterima. Namun tentunya pemerintah harus memikirkan masalah harga dan
serapan tebu petani yang bisa saja menjadi lebih rendah, karena masuknya
gula mentah impor tersebut. Dia lantas mempertanyakan Keputusan Menperindag Nomor 527 Tahun 2004
tentang Ketentuan Impor Gula yang di dalamnya juga mengatur impor gula
putih untuk memenuhi stok dan kebutuhan dalam negeri. "Nantinya gula
mentah impor sebanyak 240.000 ton akan diolah menjadi gula putih
sebanyak 220.000 ton. Tentunya akan menambah stok gula di dalam negeri
lagi," kata Herman kepada Suara Karya di Jakarta, Senin (10/4).Saat ini kebutuhan konsumsi gula putih sebanyak 2,8 juta ton dan gula
rafinasi untuk industri 2,4 juta ton, sehingga totalnya 5,2 juta ton.
Sedangkan produksi dalam negeri pada 2011 sebesar 2,2 juta ton yang
artinya terjadi kekurangan pasokan dari produksi dalam negeri. Sementara peta jalan swasembada gula nasional mengusung target produksi
gula pada 2012 sebesar 4,4 juta ton dan 2013 sebesar 4,9 juta ton serta
2014 sebesar 5,7 juga ton. Dengan catatan perluasan lahan tebu 691.952
hektare terealisasi dan revitalisasi pabrik gula milik BUMN berjalan
baik.
PPI
Sebelumnya, Komisi VI DPR meminta pemerintah mengawasi secara ketat
impor gula mentah (raw sugar) oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia
(Persero) yang mencapai 143.500 ton. Ini mengingat gula mentah hanya
untuk keperluan industri gula rafinasi untuk konsumsi industri dan bukan
untuk konsumsi rumah tangga. "Gula mentah masuk ke Indonesia hanya untuk keperluan industri makanan
yang memang butuh bahan baku. Jadi komoditas ini tidak boleh masuk ke
wilayah kebutuhan rumah tangga, karena untuk keperluan ini Indonesia
sudah swasembada," kata anggota Komisi VI DPR Refrizal di Jakarta, pekan
lalu. Sebelumnya Komisi VI DPR melakukan rapat dengar pendapat yang
dipimpin Wakil Ketua Komisi V I DPR Erik S Wardhana tentang pergulaan.
Turut hadir pada acara ini Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan R Deddy Saleh dan jajaran direksi PPI. Refrizal menjelaskan kalau pemerintah tidak mengawasi secara ketat,
peredaran gula mentah impor berpotensi merusak pasar dan merugikan
jutaan petani tebu di Indonesia."Pemerintah itu kan punya alat pengawas, antara lain kepolisian dan
satgas internal di Kementerian Perdagangan. Mereka semua harus maksimal
dalam mengawasi peredaran gula mentah itu. Jangan sampai terjadi
penimbunan," ucap anggota DPR dari Daerah Pemilihan Sumatera Barat ini.Dalam rapat, seluruh anggota Komisi VI DPR meminta pemerintah untuk
mencabut izin impor gula mentah oleh PPI. Mereka menganggap PPI
melanggar UU tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sikap
para anggota Komisi VI DPR ini dipicu pernyataan Direktur Utama PPI
Hendrik Napitupulu menyebutkan bahwa PPI sedang melakukan impor gula
sebanyak 143.500 ton dan sedang dimuat di Thailand. Bahkan sebanyak
3.000 ton sudah masuk Pelabuhan Ciwandan, Banten.Selain itu juga ada desakan kuat agar pemerintah meninjau ulang
pemberian impor gula mentah ini kepada PPI. Wakil Ketua Komisi VI DPR
dari Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima menyebutkan ada ketidakjelasan
sikap pemerintah. Pada saat pemerintah berencana merealisasikan
swasembada gula, namun tiba-tiba muncul kebijakan yang berlawanan.
"Ini sangat tidak masuk akal. Tiba-tiba saja ada izin impor gula yang
begitu besar hanya kepada satu perusahaan, yakni PPI. Masuk akal kalau
selama ini banyak yang bilang bahwa PPI hanya broker atau calo. Karena
di balik ini semua, ada perusahaan besar yang berupaya memasukkan gula
ke Indonesia sebanyak-banyaknya," ujar Aria. (Bayu/Sadono)
Sumber:
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=300845
No comments:
Post a Comment