Dalam blog ini, akan sharing informasi tentang mitra antara petani tebu dan pabrik gula untuk mengoptimalkan hasil tanaman petani tebu dan produksi dari pabrik gula. Sehingga dapat mensejahterakan petani tebu.
Sunday, May 15, 2011
Harga Patokan Gula Untungkan Pabrik
Harga Patokan Gula Untungkan Pabrik
Winarto Herusansono | Agus Mulyadi | Senin, 9 Mei 2011 | 20:11 WIB
SOLO, KOMPAS.Com - Petani tebu di Klaten dan Sragen, Jawa Tengah, tidak memperoleh keuntungan dari penetapan harga patokan petani (HPP) gula kristal Rp 7.000 per kg. Penetapan HPP hanya menguntungkan pabrik gula, terutama pabrik gula yang infrastrukturnya sudah tua dan kapasitas gilingnya kurang 75 persen. Pabrik gula itu mematok rendemen gula secara sepihak.
Sugiri, petani tebu di Jogonalan, Klaten, Senin (9/5), mengatakan, tujuan pemerintah menetapkan HPP Rp 7.000 per kilogram dengan harapan rendemen naik daripada musim giling 2010. Asumsinya rendemen tebu milik petani menjadi 8,0 persen.
"Dengan asumsi rendemen sebesar itu, pemerintah tidak memahami kondisi cuaca yang saat ini terjadi. Ketika musim giling mulai, cuaca masih banyak hujan dan kalau musim kemarau pun kemungkinan kering basah," ujar Sugiri.
Menurut Sugiri, dalam kondisi normal saja sulit tebu milik petani mencapai rendemen 7,5 persen atau bahkan 8,0 persen. Apabila rendemen tebu milik petani pun ternyata tinggi yakni di atas 7,0 persen, pabrik gula belum tentu bersedia mengakuinya.
Pengurus Asosisasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Kabupaten Sragen, Supadi, mengemukakan, petani tebu sebenarnya sudah berusaha untuk membantu pemeirntah memproduksi gula sebanyak-banyak supaya tidak lagi ada impor gula.
Niat baik petani tebu itu hanya bertepuk sebelah tangan, mengingat program revitalisasi pabrik gula tidak berjalan dengan baik. Hanya pabrik-pabrik gula milik swasta, terutama di Jateng, yang berani mengajak musyawarah petani tebu binaannya untuk menetapkan rendemen secara adil.
Di Sragen, misalnya, pabrik gula yang sudah ada yang mematok rendemen tebu dari setoran petani paling tinggi 6,2 persen. Bahkan pabrik gula di Yogyakarta hanya mematok rendemen 5,7 persen.
Adanya patokan rendemen secara sepihak itu, petani jelas tidak berdaya. Hasil panen tebu sebaik apapun kualitasnya, juga rendemennya tinggi tetap dihitung sesuai patokan oleh pih ak pabrik gula, ujar Supadi.
Para petani tebu juga mengeluh, ketika musim gilang baru berlangsung harga gula kristal putih di pasaran ternyata menurun. Harga gula di pasar Boyolali, misalnya, kini Rp 8.900 per kilogram. Padahal pada pekan lalu masih Rp 9.100 per kg
Sementara di Semarang, harga gula pasir sebelumnya mencapai Rp 9.300 per kg, kini juga turun menjadi Rp 9.100 per kg.
Sekretaris Jenderal DPN APTRI (Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), Fatchudin Rosidi, meminta pabrik gula yang masih belum produksi secara maksimal dapat memberi kompensasi bagi petani tebu di wilayahnya. Banyak pabrik gula mengaku kesulitan memperluas lahan tebu sehingga sering kekurangan bahan baku tebu, sudah waktunya memberi kompensasi bagi petani.
Salah satu kompensasi itu, bagi hasil giling bagi petani dinaikkan menjadi 68-69 persen dari sebelumnya hanya pada kisaran 65-66 persen, sehingga bagian PTPN sebesar 32-31 persen.
sumber:
http://regional.kompas.com/read/2011/05/09/20111399/Harga.Patokan.Gula.Untungkan.Pabrik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment