Monday, May 24, 2010

Gula Rafinasi Ancam Petani

Jumat, 21 Mei 2010 | 09:47 WIB
SURABAYA- Musim giling tebu 2010 yang baru dimulai awal Juni nanti diprediksi akan terganggu oleh beredarnya gula rafinasi.Pasalnya, gula rafinasi di pasar lokal Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi sudah mencapai 80% dari total tata niaga atau sekitar 500.000 ton.
“Ini sangat mengkhawatirkan proses giling yang sebentar lagi mulai berjalan. Sesuai mekanisme, harusnya jelang musim giling stok gula di pasaran tipis atau bahkan kosong. Dengan begitu gula hasil giling dapat terserap sempurna oleh pasar. Kalau gula rafinasi memenuhi pasar bagaimana gula hasil giling bisa terserap,” ujar Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil, saat ditemui di Surabaya, Kamis (20/5). Tidak terserapnya gula hasil giling, berpotensi merusak sistem tata niaga gula yang pastinya berimbas pada merosotnya harga ke titik terendah.
Menurut pantauan pasar, harga gula curah ditingkat ritel memang mulai turun sekitar Rp 200/g dalam sepekan ini yaitu dikisaran Rp 9.700/kg . Sementara, untuk gula kemasan relatif aman diposisi Rp 10.000-Rp 11.000/kg
Secara hukum, Arum menjelaskan, Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) nomor 527/2004 telah mengatur dengan jelas bahwa peredaran gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri dan tidak boleh diperjualbelikan bebas di pasar sebagai gula konsumsi. “Jika sampai ada yang melanggar, maka sudah bisa dikategorikan sebagai kejahatan ekonomi dan dapat diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup. Namun sayangnya sampai saat ini pemerintah dan penegak hukum seolah menutup mata dan membiarkan saja,” keluhnya.
Menurut Arum, harusnya pemerintah dan aparat hukum dengan mudah dapat menindak tegas karena dasar hukumnya ada. “Kalau ini terus terjadi dan terbukti berdampak negatif terhadap petani, jangan salahkan kalau akhirnya petani menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri,” ancamnya.

Kekhawatiran yang sama terhadap peredaran gula rafinasi disampaikan Corporate Secretary PT Perkebunan Nusantara, Adig Suwandi. Menurutnya, pemerintah perlu segera bertindak karena sinyalemen gula rafinasi masuk pasar ritel makin menguat. “Mudah saja untuk tahu berapa besar gula rafinasi di pasaran. Dulu pemerintah mendatangkan gula impor tentunya untuk mengisi kekosongan stok di masyarakat. Nah kalau sekarang gula impor sulit terserap, gula mana lagi yang mengisi pasar kalau bukan rafinasi,” ujarnya.

Hingga saat ini, menurut Adig, gula impor PTPN XI yang belum terjual ke masyarakat mencapai 39.000 ton. Awalnya, PTPN XI diberi kuota impor oleh pemerintah sebesar 103.500 ton namun yang terealisasi hanya 91.750 ton. “Harus diakui penjualan gula impor cukup seret. Meski kami tetap yakin per tanggal 25 Mei akan habis, harusnya ini dijadikan pertimbangan penegak hukum bahwa ada indikasi pasar kita telah dipenuhi oleh gula rafinasi,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Zaenal Abidin, mengakui hal yang sama. Saat ini pihaknya tengah mengawasi peredaran gula di sejumlah pasar lokal AJtim. “Kami sedang perketat pengawasan. Jangan sampai gula rafinasi masuk ke pasar lokal karena memang dampaknya akan sangat besar. Terlebih terhadap musim giling yang sebentar lagi akan dimulai,” ujarnya.tsa


Sumber:
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=31e21b5dd441968b6d8ddbf0019e6773&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5

No comments: