Bungaran: Swasembada gula 2014 sulit terwujud
Oleh: Sepudin Zuhri
JAKARTA (Bisnis.com): Target pemerintah untuk swasembada gula pada 2014 dengan memproduksi gula sebanyak 5,7 juta ton tidak mungkin terwujud, karena hingga saat ini tidak ada program konkrit dari pemerintah untuk mencapai tujuan itu.
Bungaran Saragih, Mantan Menteri Pertanian dan Pengamat Pertanian, mengatakan upaya meningkatkan produksi hingga 112% dalam waktu lima tahun sangat sulit. Produksi gula pada 2009 hanya sebanyak 2,35 juta ton turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2,7 juta ton.
“Pemerintah ingin swasembada gula pada 2014, harus hati-hati dengan ambisi itu. Kalau itu terpenuhi saya yang gembira. Itu banyak mimpi, karena saya juga pernah [melakukan] salah yang sama,” ujarnya saat rapat panitia kerja (Panja) gula Komisi VI DPR dengan para pakar pergulaan, hari ini.
Dia menjelaskan perkembangan sawit di Indonesia yang sangat cepat tanpa ada bantuan dana dari pemerintah. Menurut dia, luas lahan sawit sebelumnya hanya 20.000 hektare meningkat saat ini menjadi 4 juta ha, karena secara konsisten sawit dapat menguntungkan petani, pedagang dan pengusaha. “Sehingga tanpa uang pemerintah, sawit bisa berkembang.”
Bahkan hampir 42% luas lahan awit di Indonesia, kata dia, merupakan milik petani. Adapun, hal itu, lanjutnya, tidak terjadi pada komoditas gula. Menurut dia, peta jalan (roadmap) gula terlalu ambisius dan tidak masuk akal.
Untuk revitalisasi pabrik gula, menurut dia, membutuhkan dana Rp36 triliun. “Saya tidak yakin dalam lima tahun mendatang dapat diperbaiki [kondisi pergulaan di dalam negeri],” jelasnya.
Menurut Bungaran, kondisi 2004-2009 berbeda dengan kondisi pergulaan saat ini. Pada 2004, kata dia, pasokan gula di pasar internasional melimpah sehingga arga turun. Indonesia, lanjutnya, harus mengikuti resep IMF, sehingga gula impor membanjiri pasar domestik.
Akibat dari gula impor itu, kata dia, harga gula menjadi turun, sehingga petani, pedagang dan pengusaha menjadi rugi, sehingga pabrik gula banyak ditutup pada periode 1999-2002.
“Kita tidak mampu bersaing saat itu, karena produktivitas rendah sekali, hanya menghasilkan lima ton per ha per thun. Negara lain bisa mencapai 10 ton.”
Menurut dia, pemerintah jangan terpaku pada 2014, tetapi komitmen bahwa industri gula nasional harus direvitalisasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, kata dia, konflik kebijakan antar kementrian dalam membuat kebijakan soal gula seperti Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan dan Kementrian Perindustrian. (mrp)
Sumber:Bungaran Saragih, Mantan Menteri Pertanian dan Pengamat Pertanian, mengatakan upaya meningkatkan produksi hingga 112% dalam waktu lima tahun sangat sulit. Produksi gula pada 2009 hanya sebanyak 2,35 juta ton turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2,7 juta ton.
“Pemerintah ingin swasembada gula pada 2014, harus hati-hati dengan ambisi itu. Kalau itu terpenuhi saya yang gembira. Itu banyak mimpi, karena saya juga pernah [melakukan] salah yang sama,” ujarnya saat rapat panitia kerja (Panja) gula Komisi VI DPR dengan para pakar pergulaan, hari ini.
Dia menjelaskan perkembangan sawit di Indonesia yang sangat cepat tanpa ada bantuan dana dari pemerintah. Menurut dia, luas lahan sawit sebelumnya hanya 20.000 hektare meningkat saat ini menjadi 4 juta ha, karena secara konsisten sawit dapat menguntungkan petani, pedagang dan pengusaha. “Sehingga tanpa uang pemerintah, sawit bisa berkembang.”
Bahkan hampir 42% luas lahan awit di Indonesia, kata dia, merupakan milik petani. Adapun, hal itu, lanjutnya, tidak terjadi pada komoditas gula. Menurut dia, peta jalan (roadmap) gula terlalu ambisius dan tidak masuk akal.
Untuk revitalisasi pabrik gula, menurut dia, membutuhkan dana Rp36 triliun. “Saya tidak yakin dalam lima tahun mendatang dapat diperbaiki [kondisi pergulaan di dalam negeri],” jelasnya.
Menurut Bungaran, kondisi 2004-2009 berbeda dengan kondisi pergulaan saat ini. Pada 2004, kata dia, pasokan gula di pasar internasional melimpah sehingga arga turun. Indonesia, lanjutnya, harus mengikuti resep IMF, sehingga gula impor membanjiri pasar domestik.
Akibat dari gula impor itu, kata dia, harga gula menjadi turun, sehingga petani, pedagang dan pengusaha menjadi rugi, sehingga pabrik gula banyak ditutup pada periode 1999-2002.
“Kita tidak mampu bersaing saat itu, karena produktivitas rendah sekali, hanya menghasilkan lima ton per ha per thun. Negara lain bisa mencapai 10 ton.”
Menurut dia, pemerintah jangan terpaku pada 2014, tetapi komitmen bahwa industri gula nasional harus direvitalisasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, kata dia, konflik kebijakan antar kementrian dalam membuat kebijakan soal gula seperti Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan dan Kementrian Perindustrian. (mrp)
http://web.bisnis.com/sektor-riil/perdagangan/1id178845.html
No comments:
Post a Comment