Jaga harga di Tingkat Petani
Senin, 29 Maret 2010 | 03:09 WIB
Jakarta, Kompas - Perusahaan gula dan importir gula badan usaha milik negara berpotensi rugi besar. Ini terutama setelah BUMN itu mengimpor gula untuk menstabilkan harga di dalam negeri. Saat impor harga gula dunia sangat tinggi, kini harga yang berlaku relatif rendah.
Deputi Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Percetakan, Kertas, dan Penerbitan Kementerian BUMN Agus Pakpahan, Minggu (28/3) di Bogor, Jawa Barat, menyatakan, impor gula tahun 2010 memang untuk menjalankan kebijakan menstabilkan harga di dalam negeri.
”Namun, tidak berarti mereka boleh merugi, harus ada terobosan operasional agar tidak merugi. Adanya direksi dan komisaris tugasnya membuat agar perusahaan tidak merugi,” kata dia.
Ia menjelaskan, turunnya harga gula dunia diperkirakan karena India membatalkan rencana impor gula 4 juta ton. Padahal sebelumnya, diperkirakan gangguan pertanaman tebu di India akan berdampak pada peningkatan harga gula dunia.
Selisih harga gula dunia saat ini dan saat perusahaan dan importir gula BUMN mengimpor mencapai 225 dollar AS per ton. Rata-rata harga gula yang diimpor perusahaan gula dan importir gula BUMN 750 dollar AS per ton.
Izin impor yang dikeluarkan tahun 2009 dan diperpanjang hingga 2010 mencapai 500.000 ton. Namun, realisasi impor hingga kini baru 417.000 ton.
Dengan demikian, potensi kerugian perusahaan gula dan importir gula BUMN Rp 938 miliar. Namun, informasi dari kalangan perusahaan gula dan importir gula BUMN menyebutkan, potensi kerugian Rp 100 miliar-Rp 200 miliar.
BUMN yang melakukan impor gula antara lain PT Perkebunan Nusantara IX, X, XI, PT Rajawali Nusantara Indonesia, Perum Bulog, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Guna menekan kerugian, perusahaan gula dan importir gula BUMN mengajukan perpanjangan izin impor terhadap kuota impor yang belum direalisasikan. Ini dimaksudkan agar mendapat harga gula yang lebih rendah. Namun, permohonan perpanjangan izin impor itu belum disetujui oleh Kementerian Perdagangan.
Menanggapi keinginan untuk memperpanjang izin impor, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Arum Sabil mengingatkan agar gula impor tidak masuk ke pasar domestik selama musim giling, mulai 25 Mei.
Jika gula impor masuk pada masa musim giling, dikhawatirkan merusak harga gula petani.
”Petani tetap pada komitmen awal kebijakan tata niaga gula. Gula impor tidak boleh masuk dan diedarkan sebulan sebelum dan sesudah musim giling,” kata dia.
Belajar dari tahun 2008
Kebijakan impor gula yang berpotensi merugikan BUMN saat ini, menurut Agus, diambil berdasarkan pengalaman tahun 2008.
Saat itu harga gula jatuh dan stok gula BUMN di PTPN dan PT RNI melimpah. Di gudang PTPN dan PT RNI pada Oktober 2008 mencapai 315.000 ton.
Jatuhnya harga gula dalam negeri saat itu berdampak pada kegagalan menjalankan program revitalisasi industri gula dan penundaan investasi pembuatan pabrik baru.
Untuk mendongkrak harga gula dalam negeri, perusahaan gula BUMN dan Perum Bulog membentuk konsorsium dengan menjadikan Bulog sebagai agen tunggal pemasaran gula BUMN dan RNI. Karena penjualan gula satu pintu, harga gula di pasar bisa dikontrol sehingga pabrik gula BUMN terlepas dari ancaman kerugian.
Kontrol terhadap harga, menurut Agus, bisa dilakukan karena pemain di komoditas gula di dalam negeri tidak banyak.
”Apa yang menimpa perusahaan gula dan importir gula BUMN saat ini tidak jauh beda dengan 2008. Bedanya, saat itu harga gula rendah sekarang tinggi dan akan kembali rendah,” ujar Agus. (MAS)
Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/29/03092445/impor.gula.bumn..terancam.rugi
Deputi Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Percetakan, Kertas, dan Penerbitan Kementerian BUMN Agus Pakpahan, Minggu (28/3) di Bogor, Jawa Barat, menyatakan, impor gula tahun 2010 memang untuk menjalankan kebijakan menstabilkan harga di dalam negeri.
”Namun, tidak berarti mereka boleh merugi, harus ada terobosan operasional agar tidak merugi. Adanya direksi dan komisaris tugasnya membuat agar perusahaan tidak merugi,” kata dia.
Ia menjelaskan, turunnya harga gula dunia diperkirakan karena India membatalkan rencana impor gula 4 juta ton. Padahal sebelumnya, diperkirakan gangguan pertanaman tebu di India akan berdampak pada peningkatan harga gula dunia.
Selisih harga gula dunia saat ini dan saat perusahaan dan importir gula BUMN mengimpor mencapai 225 dollar AS per ton. Rata-rata harga gula yang diimpor perusahaan gula dan importir gula BUMN 750 dollar AS per ton.
Izin impor yang dikeluarkan tahun 2009 dan diperpanjang hingga 2010 mencapai 500.000 ton. Namun, realisasi impor hingga kini baru 417.000 ton.
Dengan demikian, potensi kerugian perusahaan gula dan importir gula BUMN Rp 938 miliar. Namun, informasi dari kalangan perusahaan gula dan importir gula BUMN menyebutkan, potensi kerugian Rp 100 miliar-Rp 200 miliar.
BUMN yang melakukan impor gula antara lain PT Perkebunan Nusantara IX, X, XI, PT Rajawali Nusantara Indonesia, Perum Bulog, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Guna menekan kerugian, perusahaan gula dan importir gula BUMN mengajukan perpanjangan izin impor terhadap kuota impor yang belum direalisasikan. Ini dimaksudkan agar mendapat harga gula yang lebih rendah. Namun, permohonan perpanjangan izin impor itu belum disetujui oleh Kementerian Perdagangan.
Menanggapi keinginan untuk memperpanjang izin impor, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Arum Sabil mengingatkan agar gula impor tidak masuk ke pasar domestik selama musim giling, mulai 25 Mei.
Jika gula impor masuk pada masa musim giling, dikhawatirkan merusak harga gula petani.
”Petani tetap pada komitmen awal kebijakan tata niaga gula. Gula impor tidak boleh masuk dan diedarkan sebulan sebelum dan sesudah musim giling,” kata dia.
Belajar dari tahun 2008
Kebijakan impor gula yang berpotensi merugikan BUMN saat ini, menurut Agus, diambil berdasarkan pengalaman tahun 2008.
Saat itu harga gula jatuh dan stok gula BUMN di PTPN dan PT RNI melimpah. Di gudang PTPN dan PT RNI pada Oktober 2008 mencapai 315.000 ton.
Jatuhnya harga gula dalam negeri saat itu berdampak pada kegagalan menjalankan program revitalisasi industri gula dan penundaan investasi pembuatan pabrik baru.
Untuk mendongkrak harga gula dalam negeri, perusahaan gula BUMN dan Perum Bulog membentuk konsorsium dengan menjadikan Bulog sebagai agen tunggal pemasaran gula BUMN dan RNI. Karena penjualan gula satu pintu, harga gula di pasar bisa dikontrol sehingga pabrik gula BUMN terlepas dari ancaman kerugian.
Kontrol terhadap harga, menurut Agus, bisa dilakukan karena pemain di komoditas gula di dalam negeri tidak banyak.
”Apa yang menimpa perusahaan gula dan importir gula BUMN saat ini tidak jauh beda dengan 2008. Bedanya, saat itu harga gula rendah sekarang tinggi dan akan kembali rendah,” ujar Agus. (MAS)
Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/29/03092445/impor.gula.bumn..terancam.rugi
No comments:
Post a Comment