Jumat, 01 Agustus 2014 ,
16:46:00
JEMBER – Manisnya gula tak semanis harga gula yang dipanen petani tebu di
Jember. Selain rendemen yang menurun, seperti telah ditetapkan Pabrik Gula (PG)
Semboro, harga lelang penjualan gula milik sejumlah petani di Jember anjlok.
Akibatnya, petani merugi. Bahkan, sebagian trauma menanam tebu pada masa tanam
berikutnya.
Samuji Zarkasih, petani
tebu asal Semboro, mengaku rugi hingga ratusan juta rupiah.
"Rendahnya rendemen
tebu yang ditetapkan pabrik berdampak pada pendapatan petani. Padahal, harga
sewa lahan dan biaya produksi terus naik,” katanya.
Menurut Samuji, biaya
untuk 1 hektare lahan tebu bisa mencapai Rp 22 juta dalam satu masa tanam.
Untuk penjualan hasil panen dengan asumsi rendemen dan harga jual gula yang
anjlok, dia hanya mampu menerima hasil dari jerih payahnya sekitar Rp 16 juta.
”Bukannya untung, petani
malah rugi. Apalagi petani yang lahannya hasil dari menyewa,” ujarnya.
Bukan hanya itu, jelas
Samuji, biaya perawatan tinggi yang ditambah sulitnya memperoleh pupuk juga
menjadi persoalan tambahan yang membuat petani semakin merasa sulit. Terlebih,
tidak ada solusi untuk petani tebu.
”Modal tanam tebu sekarang
sangat tinggi. Kalau tidak ada solusi terkait rendahnya rendemen tebu, saya
rasa banyak petani tebu yang akan beralih menanam padi atau palawija,”
ungkapnya.
Yang bakal dilakukan
Samuji misalnya. Dari total 150 hektare lahan tebu yang dimilikinya, sekitar 50
hektare bakal ditanami komoditas lain yang lebih menguntungkan. ”Daripada harus
menanggung rugi, terpaksa harus saya ubah ke tanaman lainnya,” kata dia.
Ketua Paguyuban Petani
Tebu Rakyat (PPTR) Jember Mohammad Ali Fikri mengatakan, rendahnya rendemen
tebu tersebut akan dirasakan petani tebu pada saat panen yang diprediksi
September 2014.
”Mungkin saat ini belum
terasa dampaknya. Karena tebu petani masih belum banyak ditebang. Namun,
rendahnya rendemen tebu akan menjadi gejolak petani pada saat panen dan giling
di bulan September,” kata tokoh petani tebu tersebut.
Sementara itu, Holiq
Nawawi, sekretaris tim lelang gula petani PG Semboro, mengakui bahwa harga jual
gula petani menurun drastis. Sebagaimana yang terjadi di lelang pertama pada 25
Juni lalu, harga gula petani hanya laku Rp 8.570 per kilogram.
Kondisi itu lebih parah
saat lelang kedua pada 7 Juli: harga gula petani terus melorot ke Rp 8.525 per
kilogram. ”Harga itu sangat jauh jika dibandingkan pada bulan yang sama di
tahun lalu. Tahun lalu harga gula bisa Rp 9.500 setiap kilogramnya,” ungkap
dia.
Holiq menilai anjloknya
harga gula milik petani tidak terlepas dari pengaruh impor gula yang dinilainya
tidak tepat waktu. Apalagi, menteri perdagangan yang saat itu dijabat Gita
Wirjawan mengeluarkan kebijakan impor gula saat menjelang musim giling tebu.
”Supply and demand pada gula tidak seimbang. Banyaknya gula impor membuat harga
gula petani anjlok,” jelasnya.
Masih kata Holiq, turunnya
rendemen tebu yang semula (2013) masih ada pada kisaran 7,25 persen ini menjadi
6,75 persen diakuinya semakin mempersulit kondisi petani tebu.
”Kami sudah melakukan
musyawarah dengan pihak PG agar rendemen bisa naik menjadi 8 persen. Namun
sayang, bukannya naik, malah menjadi turun,” sesalnya. (rul/har/JPNN/c9/bh)
Sumber:
No comments:
Post a Comment