Thursday, April 26, 2012

Kemendag Diminta Tetapkan HPP Gula

Kamis, 26 April 2012

SEMARANG (Suara Karya): Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) secepatnya menetapkan harga pokok pembelian (HPP) gula tahun 2012. Hal ini seiring makin dekatnya musim giling tebu.
"Para petani memerlukan kepastian HPP sebagai dasar menghitung pendapatan serta pedoman pemberian dana talangan dari investor," kata Wakil Sekjen DPN APTRI M Nur Khabsyin di Semarang, kemarin.
Menurut dia, musim giling tebu di Jawa tahun ini sudah akan bergulir pada Mei nanti. Sebagian pabrik gula sudah ada yang mulai menggiling tebu pada awal Mei, namun sebagian lainnya melakukan giling pada pertengahan atau akhir Mei 2012.
Nur Khabsyin menyebutkan, HPP gula yang diusulkan APTRI sebesar Rp 9.218 per kilogram (kg). Perhitungannya, produksi tebu per hektare 1.100 kuintal rendemen 7,2 persen untuk jenis tanaman plane cane (tanaman tebu pertama), menghasilkan HPP Rp 9.496 per kg. Sedangkan pada tanaman kedua, ketiga, dan seterusnya (ratoon) dengan produksi tebu 900 kuintal per ha dan rendemen 6,8 persen, maka akan menghasilkan besaran HPP Rp 8.941 per kg.
Hitung-hitungan tersebut, lanjutnya, sudah termasuk keuntungan petani sebesar 10 persen. HPP yang diusulkan belum termasuk perkiraan kenaikan ongkos produksi yang dipicu oleh rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM). "Jadi, jika dirata-rata, HPP menjadi sebesar Rp 9.218 per kilogram," tuturnya.
Dia mengakui, besaran HPP memang lebih tinggi dari usulan Dewan Gula Indonesia (DGI) yang tercatat Rp 8.750 per kg. Akan tetapi, usulan tersebut masih wajar lantaran PG sudah banyak yang tua sehingga hanya memberi rendemen 7,2 persen. Apabila rendemen bisa mencapai rata-rata 8,5 persen, tentu besaran HPP bisa di bawah usulan. Apalagi saat ini harga eceran gula cukup tinggi, yakni berkisar antara Rp 11.100 hingga Rp 11.400 per kg.
Beredar

Di lain pihak, gula rafinasi kembali marak beredar di pasaran, salah satunya ditemukan oleh Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang, kemarin. Hasil temuan ini sangat disayangkan mengingat gula rafinasi seharusnya untuk industri makanan dan minuman bukan untuk dikonsumsi langsung masyarakat. "Di Kabupaten Kudus, kami masih menemukan gula rafinasi beredar marak di pasar umum," tutur Ketua LP2K Semarang Ngargono, Selasa (24/4).
Sesuai regulasi, menurutnya, gula rafinasi dengan harga jauh lebih murah semestinya hanya untuk industri makanan dan minuman. Karena itu, dia menyatakan perlunya pengawasan penyaluran yang lebih ketat terkait peredaran gula tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan pemasaran. Misalnya 100 ton gula rafinasi untuk industri, seharusnya juga diikuti laporan berapa banyak gula yang terserap.
"Pelaporan itu penting guna mengantisipasi penyalahgunaan oleh industri yang dengan sengaja membocorkan gula ke pasar umum demi meraup untung," ujar Ngargono. (Pudyo S)
Sumber:
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=301985
 

3 comments:

Icah Banjarmasin said...

mantef artikelnya abang.

Icah Banjarmasin said...

manyef bang.

Cosmos said...

Terima kasih kunjungannya, semoga sehat selalu kawan. Saya hanya mengcopi artikel dari tempat lain, disini saya hanya ingin supaya informasi itu tersebar ke semua pembaca.
Itu aja tujuan saya. karena untuk mencari artikel dan berita itu kadang-kadang sulit.