Kamis, 01 Desember 2011 , 07:17:00
SURABAYA - Kalangan petani di Jawa Timur khawatir dengan adanya upaya untuk menghambat rencana swasembada pangan nasional. Pasalnya dalam Draf RUU Perdagangan, ada rencana untuk mencabut Perpu 8/1962 tentang Perdagangan Barang-barang dalam Pengawasan. Apabila disetujui, maka perlindungan bagi komoditas pangan dalam negeri seperti gula dan beras akan semakin lemah. Sebab barang impor akan semakin mudah untuk masuk ke tanah air.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mengungkapkan bahwa pihaknya mendapatkan draf RUU Perdagangan yang akan segera diajukan pada Presiden, selanjutnya akan di bawa ke wakil rakyat. Dalam draft RUU tersebut, pada pasal 76 ayat B menyatakan Perpu 8/1962 tentang Perdagangan Barang-barang dalam pengawasan akan di cabut dan dinyatakan tidak akan berlaku.
Gula merupakan salah satu barang yang masuk dalam Pengawasan. Sehingga apabila ada pencabutan, maka di takutkan Indonesia akan memiliki tata niaga yang mendukung liberalisasi komoditas pangan strategis.
"Komoditas gula akan diliberalisasi. Tidak akan ada lagi kebijakan proteksi yang secara khusus bisa menjaga kepentingan pelaku industri gula nasional," tandas Arum Sabil disela Workshop BUMN Gula: Hidup Atau Mati, di Hotel Mercure kemarin.
Selama ini apabila ditemukan bahan dalam katagori pengawasan ilegal merupakan hasil impor ilegal, maka berdasarkan Perpu 8/1962 pelakunya bisa terkena tindak pindana ekonomi.
"Jadi dampaknya tidak saja pada gula tapi juga bahan pokok lain seperti beras Jika perpu dicabut, merupakan titik awal liberalisasi sektor pangan," imbuh Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Agus Pakpahan pada kesempatan yang sama. Menurutnya arah liberalisasi gula sudah masuk pada ranah regulasi. "Ada kepentingan pebisnis yang ingin liberalisasi pasar gula dalam pengajuan RUU Perdagangan dan revisi SK Menperindag 527/2004.
Selain draft RUU Perdagangan, ada juga rencana revisi SK Menperindag 527/2004 yang mengatur soal impor gula. Revisi tersebut membuka peluang impor gula bisa dilakukan oleh semua pihak, tak lagi hanya importir terdaftar (IT) sesuai SK Menperindag tersebut. Bahkan indikasi rencana peleburan pasar Gula Kristal Putih (GKP) atau gula pasir dan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
"Apabila semua aturan itu diberlakukan, maka nasib petani akan diujung tanduk. Gairah untuk menanam turun karena hasil tidak sebanding dengan usaha," kata Arum. Dia mencontohkan jika pemasaran GKR dan GKP dilebur, hasil gula dari tebu petani yang diolah BUMN pasti akan kalah dari gula rafinasi yang lebih murah. Tak lakunya hasil panen menjadikan petani akan malas melakukan budidaya dan ujung-ujungnya, pemenuhan kebutuhan Indoensia akan tergantung pada impor.
Untuk itu, para petani akan berusaha memberikan masukan pada DPR, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian agar tidak meloloskan ayat-ayat di RUU Perdagangan yang merugikan petani.
Selain itu revitalisasi pabrik gula perlu segera dilakukan. Agar petani tetap bersemangat mendukung program swasembada gula nasional yang berdaya saing. Saat ini minat petani di Pulau Jawa dalam menanam tebu mengalami penurunan, karena tebu rendemen tebu di satu PG berbeda dengan PG lainnya. "Banyak petani mendongkel tebu dan mengganti dengan komoditas lainnya. Sehingga apabila kondisi saat ini berlanjut, maka areal tebu pada 2012 akan berkurang sekitar 30 persen," papar Arum.
Terkait dengan gula impor, stake holder industri gula nasional memiliki pendapat bahwa saat ini Indonesia tak merlukan kebijakan itu. Meski ada kemungkinan Indonesia mengalami defisit gula konsumsi menyusul turunnya produksi gula berbahan baku tebu akibat perubahan iklim. Sehingga capaiannya berkisar 2,15 juta ton.
Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) mengungkapkan per akhir September 2011, produksi gula hasil penggilingan tebu oleh semua PG di tanah air mencapai 2,10 juta ton dan masih ada tambahan dari beberapa PG lagi yang masih giling sekitar 40.000 ton. Gula tersimpan di gudang PG dan belum terjual sebanyak 900.640 ton. Terdiri dari 316.910 ton milik PG, 70.050 ton milik petani , dan 513.680 ton milik pedagang.
"Dengan memperhitungkan PG yang mengoptimalkan kapasitas terpasang, perkiraan kasar per 31 Desember 2011, stok masih 730.00 ton, belum termasuk yang beredar di pasar dan belum terjual," ujar Adig.
Selanjutnya, beberapa PG di luar Jawa dipastikan melaksanakan giling lebih awal dibanding PG-PG di Jawa. Ada dua PG di Sumatra Utara memulai giling Februari 2012, dan di Sumatra Selatan serta Lampung diperkiraka pada April 2012. Sementara PG di Jawa memiliki jadwal giling pada Mei dan Juni 2012.
Bila impor dipaksakan dan tidak habis terjual ketika giling tiba karena penetrasi pasar tidak berjalan dengan baik, potensial menurunkan harga gula pada level petani saat giling. Harga gula yang kompetitif merupakan penyuluh yang baik bagi petani untuk terus meningkatkan produktivitas dan ekspansi areal. (aan)
Sumber:
http://www.jpnn.com/read/2011/12/01/109720/Tata-Niaga-Gula-Mengarah-Pada-Liberalisasi-Perdagangan-
No comments:
Post a Comment