Ekonomi Bisnis
15 Desember 2009, 17:54:51| Laporan Agita Sukma ListyantiPetani Tebu Minta Sistem Bagi Hasil Lelang Gula Diusut
suarasurabaya.net| Petani tebu meminta sistem bagi hasil yang diterapkan atas mereka diusut. Mereka menganggap sistem itu tidak adil dan hanya menguntungkan para investor.Beberapa perwakilan petani tebu pun menemui Komisi B DPRD Jawa Timur di Surabaya, Selasa (15/12) untuk mengadukan permasalahan yang mereka alami selama ini. Diantaranya terkait dengan sumber dana talangan dan sistem bagi hasil antara petani, BUMN dan investor.
MISBAHUL MUNIR Ketua LSM Among Tani Tebu Indonesia (LSM AmaTI) mengatakan sesuai dengan aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian nomor 527 tahun 2004, lima importir gula terdaftar wajib memberi dana talangan. Keliam importir terdaftar itu adalah PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. Untuk 2009 ini, dana talangan ditetapkan sebesar Rp 5.350 per kg.
Dana talangan yang diberikan itu sesuai dengan harga dasar gula. Harga lelang mulai periode awal hingga habis masa giling sebesar Rp 8.000 per kg. Artinya, ada selisih Rp 2.500. Dari selisih ini kemudian diterapkan sistem bagi hasil, 60 persen untuk petani dan 40 persen untuk BUMN dan investor.
Disinilah letak masalahnya. Para investor yang notabene pedagang gula besar dan tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) itu justru mendapat keuntungan 2 kali lipat. Pertama, dari selisih harga dasar dan harga lelang. Yang kedua, dari selisih harga lelang dan harga gula di pasaran.
“Kalau menurut bagi hasil, para petani hanya mendapat Rp 5.350 (sesuai harga dasar, red) dan 60 persen dari Rp 2.500 jadi Rp 1.500, cuma dapat sekitar Rp 6.800an. Padahal, harga gula di pasaran sekarang Rp 10.000 per kg. Investor dan BUMN mendapat untung harga jual Rp 10.000 dan 40 persen dari Rp 2.500,” terang KASTAWI seorang petani tebu dari Sidoarjo pada suarasurabaya.net, Selasa (15/12).
Untuk selisih Rp 1.000 per kg dengan total produksi 1,2 juta ton gula dari tebu rakyat di Jawa Timur, investor bisa mendapatkan Rp 480 milyar per musim giling. Jika harga gula di pasaran rata-rata Rp 9.000 per kg atau selisih Rp 2.000 per kg, investor meraup Rp 2,4 trilyun.
Menurut KASTAWI, dana talangan harusnya diberikan oleh 5 importir terdaftar. Namun, dengan alasan tidak ada dana internal dan enggan berhubungan dengan perbankan, kelima importir itu menggandeng AGRI.
Dana talangan sebenarnya diberikan untuk menjaga harga gula akibat tingginya biaya produksi dan murahnya harga jual di pasaran. Kenyatannya, dana talangan hanya alasan AGRI untuk mengeruk keuntungan dan tidak bertindak layaknya asosiasi. Satu diantara investor yang disebut adalah PT Berlian Benta.
“Mereka bilangnya nggak ada jalan lain gandeng investor. Tapi mereka justru dapat banyak, sedangkan petani tidak merasakan sama sekali. Kita minta dana talangan dihilangkan dan mengaudit bagi hasil lelang,” ujar KASTAWI.
RENVILLE ANTONIO, SH, MH Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur bersama ANNA LUTHFIE, S.Ag, M.Si Wakil Ketua Komisi DPRD Jawa Timur yang menerima perwakilan petani tebu berjanji akan membahas masalah ini dengan internal Komisi B dalam satu minggu ini.
Dalam waktu dekat, mereka juga berencana memanggil 5 importir terdaftar dan para investor untuk dimintai penjelasan mengenai persoalan bagi hasil lelang gula.(git/ipg)
Sumber:
http://www.suarasurabaya.net/v06/ekonomibisnis/?id=f1fde3a26064334492367f13091a1512200972086
No comments:
Post a Comment