Selasa, 31/12/2013
Jakarta – Asosiasi
Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah menaikkan bea
masuk impor gula rafinasi. Hal tersebut, menurut Ketua Umum APTRI
Soenitro Samadikoen, kenaikan bea masuk tersebut dimaksudkan untuk
mencegah impor gula rafinasi yang berlebihan sehingga berpotensi gula
tersebut merembes ke pasar dan membuat harga gula menjadi rendah. Pada
akhirnya petani gula menjadi terancam.
“Kenaikan bea masuk impor gula rafinasi sangat diperlukan. Hal itu
untuk mencegah gula impor yang masuk ke pasar dan membuat harga menjadi
turun. Maka dari itu, diperlukan kenaikan. Saya yakin parlemen setuju
kenaikan bea masuk,” kata Soemitro di Jakarta, Senin (30/12).
Soemitro menjelaskan langkah tersebut diambil menyusul diberikannya
izin operasional tiga pabrik gula baru yang berlokasi di Jakarta, Banten
dan Medan. Pabrik-pabrik tersebut memiliki kapasitas raksasa, yang
dipastikan membuat pasokan gula rafinasi membengkak.
Ia pun mempertanyakan alasan Kementerian Perdagangan (Kemendag)
memberi izin penambahan impor gula rafinasi sebanyak 800 ribu ton tahun
ini. Izin impor diberikan karena industri makanan dan minuman dikatakan
kurang pasokan. "Bagaimana bisa kurang kalau ternyata gula rafinasi
bocor ke pasar? Kami punya bukti kalau gula rafinasi sudah bocor hampir
di seluruh Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan investigasi APTRI, kebocoran terbanyak terjadi di Pulau
Jawa. Hanya Jawa Timur yang merupakan produsen gula yang jumlah
kebocorannya kecil. APTRI pun meminta pemerintah jangan terpaku pada
penambahan area, melainkan membuka mata terkait kompetensi petani. Kalau
area tebu ditambah sekalipun, petani tetap kesulitan karena harga gula
yang rendah.
Saat ini harga lelang gula hanya Rp 8500 per kilogram (kg). Harga ini
konsisten dari tahun 2009. Padahal dibandingkan komoditas lain, harga
beras sudah mencapai dua kali lipat harga beras dibandingkan tahun 2009.
Tahun depan Indonesia memasuki babak akhir rencana swasembada gula.
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengakui masih terdapat sederet
kendala agar produksi gula bisa digenjot. Kendala tersebut menurut dia
karena lahan tebu yang terbatas, revitalisasi pabrik gula yang mcaet dan
hanya satu pabrik gula baru yang diresmikan tahun ini. “Padahal
targetnya ada 20 hingga 25 pabrik tebu yang harus berdiri,” katanya.
Agar swasembada bisa tercapai, dibutuhkan tambahan lahan tebu seluas
350 ribu hektare (ha). Ia pun mengaku akan mempertimbangkan usulan dari
APTRI untuk menaikkan bea masuk untuk impor gula mentah.
Audit Impor
Sementara itu, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) meminta
Pemerintah untuk mengaudit ulang impor gula rafinasi, karena kebijakan
itu hanya akan mematikan industri gula nasional. “Pemerintah harus
memonitor ulang mengenai pengadaan gula rafinasi impor. Jika tetap tidak
diaudit maka, ini awal dari lonceng kematian industri gula nasional,”
kata Dirut PT RNI Ismed Hasan Putro.
Menurut Ismed, pemerintah dalam kebijakannya cenderung tidak
konsisten dalam upaya pencapaian swasembada gula nasional. "Di satu sisi
petani tebu diminta menggenjot produksi, namun di sisi lain gula
rafinasi impor beredar luas di semua wilayah," tutur Ismed.
Ia menambahkan, hasil gula tebu petani tidak dapat dijual di pasar
karena kalah dari segi harga. Ismed menjelasnya turunnya harga lelang
gula karena bocornya atau merembesnya gula rafinasi (industri) untuk
industri ke pasar retail.
Meski dilarang, saat ini gula rafinasi dapat ditemui di pasar yang
dijual sekitar Rp8.000 per kilogram. Ini mengakibatkan gula petani tidak
terserap pasar karena rembesan rafinasi sudah berada di hampir semua
wilayah di Indonesia. "Kalau masalah ini tidak dibenahi sesegera
mungkin, maka bukan saja industri gula BUMN yang terancam, tapi ribuan
atau puluhan ribu gula milik petani akan terkubur," tukas Ismed.
Ia menambahkan, merosotnya harga gula saat ini akibat pemerintah
tidak tegas dalam menjalankan perannya yaitu melindungi dan mengangkat
harkat petani itu sendiri. "Kalau seperti ini terus kita tidak akan
berdaulat soal gula. Belum lagi soal pangan lainnya," ujar Ismed.
Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) juga
sudah menyuarakan soal kasus perembesan gula rafinasi yang terjadi di
sejumlah daerah. Apegti meminta agar pemerintah bisa terbuka dengan
masalah audit gula rafinasi seperti yang sebelumnya dijanjikan oleh
pemerintah beberapa tahun lalu sejak 2011 hingga 2013 ini. "Supaya jelas
masalahnya, audit gula rafinasi ini ditutup-tutupi. Peraturan sudah
tegas mengatur gula rafinasi," ujar Ketua Apegti, Natsir Mansyur.
Natsir yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah
dan Bulog tersebut, mengatakan, impor raw sugar gula rafinasi meningkat
menjadi 3 juta ton pada tahun 2013. Apegti mengingatkan agar pemerintah
terkait dengan Komisi VI DPR RI memperhatikan kondisi tersebut dengan
kebijakan yang sudah ditentukan.
Sumber:
http://www.neraca.co.id/harian/article/36721/Petani.Usulkan.Bea.Masuk.Impor.Gula.Rafinasi.Naik
No comments:
Post a Comment