Tuesday, June 22, 2010

Pabrik minta

Senin, 21/06/2010 19:40:02 WIB
Pabrik minta kebocoran gula rafinasi ditindak
Oleh: Sepudin Zuhri
JAKARTA (Bisnis.com): Kalangan pabrik gula (PG) berbahan baku tebu mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap maraknya rembes gula rafinasi dan kembali memosisikannya hanya untuk industri pangan.

“Jangan ada lagi alasan bahwa rembesan terjadi akibat ulah distributor yang seharusnya melayani industri kecil dan menengah yang tidak mempunyai akses langsung ke pabrikan,” ujar Sekretaris Perusahaan PTPN XI Adig Suwandi melalui siaran pers, hari ini.

Menurut dia, alasan selalu muncul untuk mengelabui produksi dari hasil pengolahan gula kristal mentah (raw sugar) impor jauh lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan.

Dia berpendapat, pemerintah harus memastikan alokasi impor raw sugar sesuai kebutuhan, bukan kapasitas terpasang pabrik.

Akibat maraknya peredaran gula rafinasi di pasar eceran, kata dia, harga gula eceran lokal terus menunjukkan gejala penurunan.

Menurut dia, kondisi itu bertolak belakang dengan fenomena global yang menunjukkan harga gula mulai membaik dan bahkan mencapai kisaran US$502-US$510 per ton.

Sementara itu, harga gula lokal hanya berkisar Rp. 7.400 per kg. Bila gula rafinasi terus beredar, jelasnya, dikhawatirkan petani akan semakin tidak termotivasi menanam tebu.

Adig menuturkan kondisi demikian pada ahirnya akan sangat menyulitkan posisi pemerintah sendiri terkait program percepatan swasembada dan kemandirian industri gula nasional.

“Sejauh ini kebijakan separasi gula sebagaimana diatur Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527/MPP/Kep/9/2004 dimaksudkan untuk melindungi PG lokal dari kompetisi tidak sehat karena liberalisasi perdagangan gula tidak pernah fair dan sarat distorsi,” ujarnya.

Dia menambahkan untuk mengatasi masalah kompleks tadi sudah mendesak dikeluarkannya regulasi yang mewajibkan semua industri gula rafinasi wajib menggunakan bahan baku tebu dari kebun sendiri.

Ketentuan tersebut harus berlaku mutlak bagi investasi baru, pabrik sudah ada, maupun pabrik yang berniat melakukan ekspansi kapasitas.

Menurut dia, selain menghadapi serbuan gula rafinasi, pemasaran gula lokal khususnya yang berasal dari petani dari hasil penggilingan tebu rakyat juga terbentur pemberlakuan PPN.

Pedagang, lanjutnya, harus membayar PPN, sehingga cenderung menekan harga gula hingga 10% sebagai kompensasi atas pajak itu.

Berbeda dengan pembelian gula milik PG yang langsung sudah terhitung PPN. Idealnya memang semua produk agribisnis primer, termasuk gula baik milik petani maupun PG, menurut Adig, bebas dari PPN.
Sumber:
http://web.bisnis.com/keuangan/perbankan/1id188565.html

No comments: